Kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengenai poligami bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) telah menjadi sorotan publik. Penjabat Gubernur Jakarta, Teguh Setyabudi, menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 2 Tahun 2025 yang mengatur tata cara pemberian izin bagi ASN yang ingin memiliki lebih dari satu istri. Kebijakan ini, yang resmi berlaku sejak 6 Januari 2025, menimbulkan berbagai reaksi dan pertanyaan mengenai alasan di baliknya.
Aturan dan Syarat Poligami
Dalam Pergub tersebut, terdapat sejumlah syarat yang harus dipenuhi oleh ASN pria yang ingin berpoligami. Beberapa syarat tersebut antara lain adalah istri tidak dapat menjalankan kewajibannya, istri menderita cacat tubuh atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dan istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah 10 tahun pernikahan. Selain itu, ASN juga harus mendapatkan persetujuan tertulis dari istri atau para istri, memiliki penghasilan yang cukup untuk membiayai semua istri dan anak, serta sanggup berlaku adil terhadap mereka. Jika seorang ASN melanggar ketentuan ini dan menikah tanpa izin, mereka akan dikenakan hukuman disiplin berat sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Alasan di Balik Kebijakan
Teguh Setyabudi menjelaskan bahwa penerbitan Pergub ini bukan untuk mendorong praktik poligami, melainkan untuk melindungi keluarga ASN. Ia menegaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memperketat mekanisme perkawinan dan perceraian ASN, sehingga semua pernikahan dan perceraian dapat terlaporkan kepada pihak berwenang. “Yang diviralkan adalah seakan-akan kami itu mengizinkan poligami, itu sama sekali tidak ada dalam semangat kami,” ungkap Teguh dalam sebuah konferensi pers.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi DKI Jakarta, Chaidir, menambahkan bahwa kebijakan ini juga bertujuan untuk mencegah nikah siri yang tidak memiliki persetujuan dari istri yang sah maupun pejabat yang berwenang. Dengan demikian, diharapkan tidak akan ada kerugian keuangan daerah akibat tunjangan keluarga yang tidak terdaftar.
Reaksi Publik dan Kritik
Meskipun ada penjelasan dari Pemprov, kebijakan ini tetap menuai kritik. Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menilai bahwa syarat-syarat yang ditetapkan dalam Pergub tersebut bersifat diskriminatif dan mencerminkan konstruksi masyarakat patriarki. Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, menyatakan bahwa syarat-syarat tersebut menempatkan perempuan dalam posisi yang tidak setara, terutama dalam hal kemampuan reproduksi dan kesehatan.
Politikus PDI-P, Diah Pitaloka, juga mengkritik kebijakan ini, menyatakan bahwa hal tersebut dapat memicu masalah baru dan tidak mencerminkan keberpihakan terhadap perempuan. Ia menegaskan bahwa kebijakan ini harus ditinjau ulang agar tidak merugikan perempuan dan anak-anak.
Kebijakan poligami bagi ASN di Jakarta yang diatur dalam Pergub Nomor 2 Tahun 2025 menimbulkan banyak pertanyaan dan kontroversi. Meskipun Pemprov Jakarta mengklaim bahwa kebijakan ini bertujuan untuk melindungi keluarga ASN dan mencegah nikah siri, banyak pihak yang merasa bahwa syarat-syarat yang ditetapkan bersifat diskriminatif dan tidak adil bagi perempuan. Dengan adanya kritik yang muncul, penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan kembali kebijakan ini agar dapat menciptakan lingkungan yang lebih adil dan setara bagi semua pihak.